Batu Bernama Jakarta
Jakarta adalah batu raksasa
Di atasnya ada yang hinggap sesaat
Lalu meloncat suka-suka
Jakarta adalah batu raksasa
Tumbuh di atas tanah-tanah sengketa
Tempat orang menanam derita
Jakarta adalah batu raksasa
Air bah menggenangi siang bolong malam buta
Tempat orang menjala airmata
Jakarta adalah batu raksasa
Di kerasnya orang-orang membenamkan kepala
Di legamnya ada yang kehilangan nyala
Jakarta adalah batu raksasa
Tempat memandangi gegap gempita
Sambil mengolah hening jiwa
Jakarta adalah batu raksasa
Diledak-ledakkan setiap hari
Serpihannya menjadi perlawanan tiada henti
Jakarta adalah batu raksasa
Diperas-peras menjadi puisi
Aku Memesan Jakarta
Di depan sepasang patung ondel-ondel yang tabah di Kemayoran
Aku memesan gemericik air
Pada kota yang bermula dari muara kecil
di dayeuh kalapa yang kini tak lagi mungil
air mengalir dari huluhingga muara
kapal-kapal merapat membawa guci-guci dan botol kosong
mengangkut air dan bergembira
dipukau lenggok cokek digedor tanjidor
VOC dan para saudagar, singgah dan betah
Menyapa dan menjarah
Sampai pesta pehcun usai. Ciliwungkusut masai
Tetapi biarlah ibukota membangun dirinya
Lewat aliran keringat yang likat
Sunda Kalapa, Jayakarta, dan Batavia tetap harus memikat
Sejak koning van jacatra berkuasa hingga Jakarta yang mengkilap
Meski banjir atau apalah yang mengarus menggerus
Asalkan kemanusiaan tak diberangus
Di depan sepasang patung ondel-ondel yang tabah di Kemayoran
Aku memesan sekantung udara segar
Dalam deru ingar bingar
Tapi wajah-wajah di sepanjang peron stasiun Jatinegara
Manggarai hingga Kota Tua
Terlihat bahagia oleh suara-suara
Yang berebut kapling di udara
Lewat gambang kromong yang mulai samar
Iklan politik yang membakar
Juga pabrik-pabrik yang mencoba terus bertahan
Di tengah hiruk-pikuk ancaman
Para demonstran yang turun ke jalan
Tetapi biarlah kota membangun dirinya
Mengolah nyanyian dari luka-luka
Sebab kebahagiaan harus terus diupayakan
Tanpa intrik politik penuh tipu daya
Menghamparkan besi dan baja
Menjadi seperangkat alat musik yang menentramkan
Dalam komposisi desain paling menggemaskan
Agar muara tak sengsara
Orang pesisir tak tersingkir
Di depan sepasang patung ondel-ondel yang tabah di Kemayoran
Aku memesan selarik puisi
Karena kota adalah peradaban yang kita sepakati
Ia tak boleh kehilangan bait-bait harmoni
Doa-doa masih terdengar di gegap gempitanya
Adzan di antara lengking dan teriak
Mozaik kehidupan terus berderak
Menghunjam dan mendesak
Untuk hidup yang lebih layak
Sekaligus bersatu tanpa jarak
Sebelum menikmati kerak telor terakhir
Kini kukunyah jakarta sepenuh mimpi
Cita rasa yang begitu tabah tanpa pilihan menyerah
Jakarta, Juli 2019
Manuskrip Air Bah
Sejak Tarumanegara dan hikayat Melayu Nusantara
Air bah telah menerjang Jakarta lama
Berkelindan dari hulu ke muara
Kanalkanal kehilangan akal
Sodetan tak sanggup menangkal
Banjir bandang tetap saja menderas tanpa ujung pangkal
Maka tolaklah cemaran politik penuh janjijanji
Bual bakal menganaksungai
Licik dan mengibuli
Penguasa demi penguasa lalulalang
Banjir bandang tak lantas hilang
Jangan bermainmain intrik di deras arusnya
Biarkan teknisi kota bekerja
Menata sungai menampung bah mencipta tabah
Tanpa disumbatsumbat bahasa sampah
Air bah adalah sejarah
Jangan lagi dibuat berdarahdarah
Sukabumi, 28 Juni 2020
Soneta Jakarta Sebelum Ditinggalkan
Kelak engkau ditinggalkan
Orang-orang akan ke Penajam
Ke Paser Utara di timur Kalimantan
Tetapi kenangan tak bisa dipendam
Saban hari Jakarta melahirkan pahlawan
Mencipta pergerakan. Mengusung perhimpunan
Menyusun perlawanan tak bertepian
Menjaga kota dari para penjarah sialan
Cornelis de Houtman di Jayakarta
Jan Pieterszoon Coen di Batavia
Bandit-bandit berkerah di Jakarta
Sekali pun kelak ditinggalkan
Jakarta tetaplah pusat kenangan
Tempat tumbuh subur impian-impian
Mahasiswa Hilang Dari Jalanan Jakarta
Sudah lama tak kulihat mahasiswa turun ke jalan
Kukira bukan karena hidup sudah nyaman
Aku kini bertanya dan kehilangan
Kemana perginya pemuda-pemudi cendekiawan?
Di acara stand up comedy atau talk show televisi
Sebagian mereka masih ada. Berjaket almamater pula
Menjadi penonton yang bertepuk tangan dan tertawa bersama
Apakah mereka sudah dibuat seolah-olah bahagia?
Istana, gedung parlemen, kedutaan dan lembaga negara
Kian kokoh saja pagarnya
Jalanan lengang dari teriak gempita
: Rakyat bersatu tak bisa dikalahkan!
Kemana perginya mahasiswa-mahasiswa
Yang mengosongkan jalan-jalan utama ibukota
Kemana idealisme bernas yang menghunjam-hunjam
Menggetarkan kekuasaan yang memang seharusnya digetarkan
Berteriak itu bukanlah berontak
Tak pula sekedar menyisakan serak
Namun kepal tangan haruslah terus tegak
Tak ada pilihan kecuali bergerak
Kembalikan mahasiswa ke jalanan Jakarta
Jangan biarkan penguasa berjalan sendirian terlunta-lunta
Sukabumi, 1 Juli 2020