Gambir, Kita Bertemu Kedua Kali
sebagai pendatang. sama-sama dari kota berbeda
setelah percakapan panjang dan berharihari
dari sebuah bilik telepon genggam. lalu janji berjumpa
dari kota berbeda, jumpa di stasiun ini. kau menumpang
kereta dari utara. aku naik bis dari arah barat
lalu melepas syahwat. menikmati berahi kuda
serupa di padang rumput Sumba. “ayo! jangan
ganggu umbu, ia sedang samadi di seribu pura!” bisikku
merapat di telingamu,
sebelum kota ini menenggelamkan kita ke kubangan
lumpur. sebelum pagi benarbenar menggoda
untuk terus lelap. berpeluk dalam suka dan cita
kau yang datang dari utara
aku dayang dari barat
tapi arah kita satu; lebarkan
peta, hanya pada timur
kelak kita berkumul
melepaskan berahi harihari
yang terpendam di buku karangan
kita sendiri. berhalamanhalaman
ditulis dari setiap percakapan;
sampai pada lelah
segala kita sudahi
berludahludah ditampung
dengan lambung kota ini
yang tidak pernah mati!
sebelum menuju peristirahatan
gambar dulu munumen nasional
itu, sebelum menjadi siang
Terlalu Banyak Kenangan
aku sudah pergi sebelum hujan menepi
dan kutahu kau sampai di taman itu
lalu duduk di kursi panjang, kau rasakan
bekasku. kini basah sisa hujan yang juga
menempel di sana. kau ingin mencium
aroma di situ. seperti merasa aku di sana
menghabiskan popcorn bersama
kemudian memesan sebotol minuman
sampai tumpah di kursi itu. tanganku
menyenggol saat kupegang pipimu
ingin merapatkan wajah, layaknya
dalam filmfilm yang menyerbu
tapi keburu hujan datang
kau belum juga tiba
aku gelisah
mungkin kau cemas
tak ada hari esok
membayangkan kita susuri
namanama jalan di kota itu,
kota yang terlalu baru
kalau ingin diceritakan
oleh bibir remaja,
dan telah jadi dokumen
bagi nyala api berkalikali
bahkan, dua kali peristiwa
meninggalkan kursi istana
siapa pun akan bertanya
namun usah pakai tanda
di sini, di kota yang kelak
ditinggal ini, terlalu banyak
kenangan, airmata dan taburan bunga
Lampung, 2019/2020
Perempuan Di Kamar Mandi
hanya perempuan
berdiri telanjang
di kamar mandi
di balik kaca
segala teraba
mengajak datang
berorangorang
juga seorang
menawarkan syahwat
nikmat berahi,
lalu cacimaki
hanya perempuan
berdiri telanjang
di tubuhnya rahasia
untuk dijabarkan
jadi kabar
sebelum habis
dalam haus
hanyalah perempuan
di tepi jalan
melambaikan tangan
untuk singgah
sekadar riang
2019
Tak Mau Jadi Batu
setiap ingin suaramu
kuminta angin menemuimu
lalu membawanya untukku
sebagaimana air memekarkan
padi, lalu jelma dewi sri
dan menemaniku pagi-siang-malam
tak habishabis cumbuan
lalu kau panggil aku sri
tumbuh di seluasluas pematang
tanganku melambai pada angin
jika rinduku kian bertalu
“aku tak mau jadi batu
hanya dikunjungi tiap liburan,”
kataku
kau tahu apa yang kuminta;
baiklah, angin akan datang
bawakan suaraku. sebagai
penyubur batangbatang padi
aku sri?
itu hanya panggilan
jika pun harus sampai…
2019
Melempar Dapur Ke Ruang Tamu
kau ajak aku bertangan pisau
melempar dapur ke ruang tamu
“sesekali lupakan kalimat
ratu dan pelukcium. seperti
bumi ingin pula sunyi, hirup
udara tanpa polusi,” katamu
maka bumi kirim pandemi
orangorang ketakutan
diam di rumah. menguliti
harihari setipis ari
“sesekali kita kelahi
saling caci. untuk
lahir sebuah puisi,” pintamu
kukenakan pisau di tangan
tubuhku juga berdarah!
kau tertawa
sepanjang baris puisi
: aku mati dalam katamu?
kau ajak aku melampar
dapur ke ruang tamu
melompati kalikali keruh
agar segera tiba cepat
di banteng. “hari krida,
upacara!” katamu,
aku tak biasa apel
bangun tidur selepas
pukul 11 siang. bukankah
kau pula yang mengusik
demi menunda kematianku?
di lapangan upacara
kutemukan kembali
dapurku yang berantakan
tanpa ada lagi perabot
selain potongan jempolku
bergerakgerak…
2020