The hero of Danzy Senna’s new novel is trying, and failing, to write the Great American Biracial Novel.
Fiksi Dan Puisi
2024-08-31 22:23:00
The Atlantic
Five Books That Changed Readers’ Minds
These titles will challenge your expectations.
By Zaenul Habibi
espina bisa dicapai dengan dua cara: dengan unta atau perahu. Kota ini memperlihatkan wajah berbeda bagi mereka yang berkunjung lewat darat dan bagi mereka yang datang melalui laut.
Tatkala si pengendara unta melayangkan pandangannya pada cakrawala yang terhampar di dataran berbukit, pada puncak-puncak pencakar langit menghampiri penglihatan, antena radar, kain penunjuk angin berwarna putih dan merah yang berkibaran, pada cerobong-cerobong yang menyemburkan asap, ia teringat akan sebuah kapal; ia tahu ia sedang berada di sebuah kota, tapi ia merasa sedang berada di sebuah kanal. yang membawanya berlalu dari padang pasir, sebuah kapal dagang besar yang hendak bertolak, dengan angin sepoi-sepoi yang siap mengembangkan layarnya yang belum lagi dibentangkan, atau kapal uap dengan ketel yang menggetarkan lunas besinya; dan ia teringat akan semua pelabuhan, barang-barang dagangan asing di geladak yang tengah dibongkar-muat oleh derek-derek, kedai-kedai minuman tempat para kru kapal berbagai bangsa saling menghantamkan botol ke kepala, nyala lampu dari jendela-jendela lantai dasar, masing-masing memperlihatkan seorang perempuan yang sedang menyisir rambutnya.
Dalam keremangan garis pantai, pelaut itu menyaksikan sosok unta yang perlahan menghilang, pelana sulam dengan kerlap-kerlip teronggok di antara kedua punuknya yang berbintik, melangkah maju dan melenggang; ia tahu benar bahwa ini sebuah kota, tapi mengingatnya laksana unta yang membopong kulit domba dan kantung-kantung manisan, anggur untuk kencan, daun-daun tembakau, dan tanpa sadar ia melihat dirinya berada di depan rombongan panjang kafilah yang membawanya berlalu dari padang lautan, berjalan menuju perigi air tawar di keteduhan pohon-pohon palem, menuju istana-istana berdinding tebal dan bercat kapur, dengan halaman-halaman berlapis ubin tempat para gadis berdansa telanjang kaki, menggerakkan lengan mereka dengan separuh wajah tertutup cadar, dan separuh lagi terbuka.
Masing-masing kota mendapatkan bentuknya dari padang pasir yang ada di hadapannya; dan begitulah pengendara unta dan sang pelaut melihat Despina, sebuah kota perbatasan di antara dua gurun.
Tatkala si pengendara unta melayangkan pandangannya pada cakrawala yang terhampar di dataran berbukit, pada puncak-puncak pencakar langit menghampiri penglihatan, antena radar, kain penunjuk angin berwarna putih dan merah yang berkibaran, pada cerobong-cerobong yang menyemburkan asap, ia teringat akan sebuah kapal; ia tahu ia sedang berada di sebuah kota, tapi ia merasa sedang berada di sebuah kanal. yang membawanya berlalu dari padang pasir, sebuah kapal dagang besar yang hendak bertolak, dengan angin sepoi-sepoi yang siap mengembangkan layarnya yang belum lagi dibentangkan, atau kapal uap dengan ketel yang menggetarkan lunas besinya; dan ia teringat akan semua pelabuhan, barang-barang dagangan asing di geladak yang tengah dibongkar-muat oleh derek-derek, kedai-kedai minuman tempat para kru kapal berbagai bangsa saling menghantamkan botol ke kepala, nyala lampu dari jendela-jendela lantai dasar, masing-masing memperlihatkan seorang perempuan yang sedang menyisir rambutnya.
Dalam keremangan garis pantai, pelaut itu menyaksikan sosok unta yang perlahan menghilang, pelana sulam dengan kerlap-kerlip teronggok di antara kedua punuknya yang berbintik, melangkah maju dan melenggang; ia tahu benar bahwa ini sebuah kota, tapi mengingatnya laksana unta yang membopong kulit domba dan kantung-kantung manisan, anggur untuk kencan, daun-daun tembakau, dan tanpa sadar ia melihat dirinya berada di depan rombongan panjang kafilah yang membawanya berlalu dari padang lautan, berjalan menuju perigi air tawar di keteduhan pohon-pohon palem, menuju istana-istana berdinding tebal dan bercat kapur, dengan halaman-halaman berlapis ubin tempat para gadis berdansa telanjang kaki, menggerakkan lengan mereka dengan separuh wajah tertutup cadar, dan separuh lagi terbuka.
Masing-masing kota mendapatkan bentuknya dari padang pasir yang ada di hadapannya; dan begitulah pengendara unta dan sang pelaut melihat Despina, sebuah kota perbatasan di antara dua gurun.